MAJALAH ICT – Jakarta. Penetapan dua tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam dugaan penyalahgunaan dana dan implementasi USO di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tentu tidak bisa dilepaskan dari informasi yang pernah disampaikan akun Twitter @triomacan2000. Akun yang dulu bernama Ade Ayu Sasmita dan kini menjadi Suara Rakyat lah yang membuka pada publik ada ketidakberesan dan orang-orang yang berpotensi terlibat dalam kasus ini. Karena itu, ketika Kejagung menetapkan2 tersangka, @triomacan200 berkomentar bahwa harusnya tersangkanya bukan cuma dua, tapi 16. Lho kok?
Begitu yang disampaikan @triomacan2000. "Harus sedikitnya 16 TSK..daftar ada di kami hehe," kata @triomacan200 menanggapi mention dari @kabarlain yang mengabarkan bahwa Kejagung menggeledah Kantor MenKominfo dalam upaya mengusut kasus MPLIK ini.
Akun Twitter @triomacan2000 telah membedah implementasi program PLIK-MPLIK yang dianggap ada kongkalingkong di belakangnya sejak beberapa bulan lalu. Bahkan, akun anonim yang menurunkan tulisan dua seri mengenai PLIK-MPLIK ini menuding ada permainan orang dalam Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatur pemenang tender, dengan mengatur spesifik perangkat yang hanya dimiliki vendor tertentu. Karena itulah, meski negara hanya bersifat mendapatkan jasa dan tidak dirugikan, namun penentuan pemenang dan perangkat yang dibeli, serta siapa yang mengerjakan kemudian, ditentukan orang dalam tersebut.
Ketika hal ini dikonfrontasikan dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring ketika isu dari @triomacan2000 merebak, lewat akun Twitter juga, Tifatul hanya berucap bahwa informasi itu bersifat sampah. "Trash," kata Tifatul menangapi apa yang disampaikan @triomacan2000. Bahkan saat Raker dengan DPR, Tifatul meyakinkan bahwa negara tidak ada yang dirugikan. "Kita hanya menyewa Per jam kan hanya Rp. 1.000 sampai Rp. 2.000. Kami membayar jasa mereka empat jam sehari. Jika memang ada masalah di lapangan, mari bersama kita carikan solusinya,” jelas Tifatul
Terkait dengan perkembangan pengerjaan Program USO (Kewajiban Pelayanan Universal), dari rekapitulasi yang disampaikan Kementerian Kominfo, terlihat ada target-target yang belum terpenuhi, tapi ada juga realisasi yang di atas target. Adapun realisasi yang di bawah target adalah realisasi Desa Berdering, yang ditargetkan 33.184 desa, namun realisasi hanya 31.092 desa.
Begitu juga untuk Desa Pinter, dimana tahap I ditargetkan 131 Desa dan di Tahap II ada 1.330 desa, namun realisasi baru 100 untuk Tahap I dan 98 untuk Tahap II.
Sementara untuk Pusat Layanan Internet Kecamatan, yang ditargetkan 5.748 kecamatan, realisasinya mencapai 5.939 kecamatan. untuk MPLIK Tahap I antara target dan realisasi sama, 1.802. Sedangkan untuk Tahap II, 105 reliasasi masih kosong karena dalam tahap pengerjaan.
Sebagaimana diketahui, USO (Universal Service Obligation) adalah bentuk kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan pelayanan publik bagi setiap warga negara, khususnya pelayanan telekomunikasi dan informatika. Balai Telekomunikasi dan Informatika Pedesaan (BTIP) yang berubah menjadi Balai Penyedia dan Pengelola Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) adalah instansi pemerintah di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menyelenggarakan USO. Dana USO dipungut oleh BP3TI dari operator telekomunikasi sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). BP3TI mengumpulkan dana USO melalui pungutan PNBP kepada operator penyelenggara komunikasi sebesar 0,75% dari pendapatan kotor setiap tahunnya.
Mulai 2007, persentase pungutan USO meningkat menjadi 1,25% dari pendapatan kotor, sebagaimana diatur dalam Permenkominfo No. 5/PER/M. KOMINFO/2/2007. Ketentuan tentang jenis dan besaran tarif PNBP untuk program USO tersebut, juga dipertegas dalam PP No. 7/2009.
Pada 2010, BP3TI membukukan pendapatan dari jasa layanan USO sebesar Rp1,36 Triliun meningkat 23% dibandingkan pendapatan 2009 sebesar Rp1,1 Triliun.
Sejak 2010, pemerintah menarik pungutan USO bukan hanya dari penyelenggara jaringan, tetapi juga penyedia jasa seperti Internet service provider (ISP) dan rencananya juga dipungut dari penyedia konten dan penyedia layanan teknologi seperti BlackBerry.
Persoalan muncul pada saat penggelaran layanan voice di desa dan Program Layanan Internet Kecamatan (PLIK). Masalahnya program tersebut salah sasaran, atau tidak tepat sasaran, tidak melihat kemampuan/ keterbatasan di daerah seperti keterbatasan listrik, akses warga, dan lainnya.
Onno W. Purbo, pakar Internet, mengungkapkan Kemenkominfo yang selalu mengklaim telah menyambungkan lebih dari 5.000 desa. “Naga-naganya tak seindah itu,” ungkapnya.