MAJALAH ICT – Jakarta. Pengamat Telekomunikasi Bernaridho Hutabarat mendesak pemerintah Indonesia untuk segera melakukan langkah audit terhadap database operator yang ada di Indonesia. Pasalnya, soal kebocoran data pribadi para pengguna telekomunikasi sudah sangat masif terjadi dan sangat mengkhawatirkan.
“Tingkatnya telah sangat meresahkan konsumen. Karena itu, kami siap membantu mengaudit database operator,” ujar dia dalam siaran persnya, di Jakarta, Selasa (23 Juni 2015).
Menurut dia, terjadinya kebocoran data pribadi para pengguna telekomunikasi patut diduga dilakukan oleh pihak operator itu sendiri. Dan untuk membuktikannya, jelas dia, harus dilakukan audit database milik seluruh operator yang ada di Indonesia.
“Karena itu, semua operator harus diaudit seluruh database yang mereka miliki. Dengan demikian, penelusuran permasalahan sms atau pesan singkat bahkan telepon langsung tak dikenal ke pelanggan, bisa dilacak secara optimal dan komprehensif,” papar dia.
Peran BRTI
Terkait fungsi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) selaku “wasit” telekomunikasi Indonesia, Bernaridho mendorong agar BRTI membuat arahan teknis terkait audit database. Tujuannya, kata dia, agar letak permasalahan sebenarnya dari pesan singkat dan telepon langsung tak dikenal ke pelanggan yang berupa iklan meresahkan masyarakat itu, bisa tuntas diselesaikan. Apalagi BRTI diisi oleh berbagai ahli mumpuni dari berbagai latar belakang keahlian. Diantaranya, teknis teknologi informasi, hukum, dan kebijakan publik.
“Paling tidak, arahan teknis yang saya maksud adalah cara komprehensif untuk mengaudit database dari seluruh operator yang ada di Indonesia,” ungkap dia.
Senada dengan itu, Pengamat Hukum Telekomunikasi Winahyo mengungkapkan, sudah seharusnya regulator melakukan perlindungan komprehensif terhadap para pengguna telekomunikasi di Indonesia. Sehingga tercipta iklim telekomunikasi yang sehat dan memberi rasa nyaman bagi konsumen.
“Sebaiknya pemikiran yang menyudutkan konsumen dengan konsep bahwa hanya konsumen yang membutuhkan operator, harus dihapuskan. Sebab operator dan konsumen saling membutuhkan satu sama lain,” papar dia.
Karena itu, Winahyo mendorong BRTI untuk segera memperkuat regulasi di bidang konsumen. Selain itu, dalam perlindungan data pribadi konsumen, BRTI harus menyusun tolok ukur pemanfaatan data pribadi yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dengan demikian, setiap praktik kecurangan atau pemanfaatan data pribadi secara tidak tepat, dapat dipantau serta diketahui segera.
“Saat ini jaman informasi dimana database merupakan “dagangan” paling seksi. Karena itu, BRTI harus segera menerbitkan regulasi yang berpihak pada konsumen,” tandas Winahyo.
Data US Cencus Bureau mencatat, pada tahun 2014 jumlah pengguna telepon seluler telah melebihi dari 281 juta yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Jumlah SIM Card yang diproduksi dan didaur ulang pun telah melebihi dari 350 juta keping. Sedangkan jumlah penduduk Indonesia per awal tahun 2014 baru mencapai 251 juta jiwa. Fakta ini membuktikan bahwa kebutuhan akan dunia komunikasi dan informasi sangat tinggi di Indonesia.
“Banyaknya jumlah pengguna telepon seluler yang mencapai 281 juta itu, data-datanya berpotensi untuk disalahgunakan. Karena itu, BRTI harus mendukung pelaksanaan audit database yang dimiliki operator,” tambah Bernaridho.