Search
Senin 20 Januari 2025
  • :
  • :

UU Telekomunikasi Lex Specialis Pidana Korupsi di Telekomunikasi

MAJALAH ICT – Jakarta. Persidangan kasus dugaan penyalahgunaan frekuensi yang dinilai Kejaksaan Agung merugikan negara Rp. 1,4 triliun, terus berlanjut. Hari ini persidangan menampilkan sejumlah saksi, yaitu dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Tri Sakti, Dian Andriawan, dan Dani Sudarsono, mantan Deputi BPKP.

Dalam persidangan, Dian sebagai Ahli Hukum melihat, adalah sebuah kesesatan hukum apabila regulator telah menyatakan secara resmi kerjasama PT Indosat-PT Indosat Mega Media (IM2) tidak bersalah, tetapi ketentuan pidananya terus berlanjut. Yang dimaksud regulator di sini adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai Pembina industri telekomunikasi sesuai UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi.

Sebab menurut Dian, hanya Menkominfo yang berhak memutuskan salah tidaknya kerjasama Indosat-IM2. "Menkominfo merupakan pihak yang paling berwenang menentukan apakah Indosat dan IM2 melanggar UU Telekomunikasi No. 36/1999 atau tidak. Bila ada kesesatan hukum, maka pelaku atau tersangka otomatis tidak dianggap bersalah," tandas Dian.

Dalam pandangan Dian, betapapun, lex specialis pidana korupsi di bidang telekomunikasi adalah UU Telekomunikasi. Sehingga, katanya, da pelanggaran atau tidak merupakan wewenang kementerian yang mengurusi bidang tersebut, dalam hal ini Kemenkominfo.

Selain Dian, dihadirkan pula Dani Sudarsono, mantan Deputi BPKP. Dalam kesaksiannya, Dani mengatakan bahwa  bila ada kewajiban IM2 untuk membayar  biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi, maka harus ada tagihan dari Menkominfo untuk membayar BHP kepada IM2 disertai nilai uang yang ditagihkan. Dan dalam kenyataannya, tagihan hanya disampaikan ke Indosat, tidak IM2, sehingga tidak ada kewajiban IM2 membayar BHP Frekuensi sebagaimana dimaksud Jaksa.