Search
Kamis 10 Oktober 2024
  • :
  • :

Wimax Indonesia di Ambang Kematian

MAJALAH ICT  – Jakarta. Surut sebelum pasang, atau layu sebelum berkembang, itu lah kata-kata yang tepat untuk WiMAX yang di awal kemunculannya pada sekitar 2005 di Indonesia sangat fenomenal dan digadang-gadang bakal menggantikan peran seluler sebagai sarana komunikasi massal berbasis data atau Internet. 

Nyatanya, sejak pengumuman pemenang tender WiMAX di pita 2,3 GHz pada Juli 2009, layanan berteknologi tinggi itu tak pernah menghampiri masyarakat pengguna Internet di Indonesia. Jangankan mewujudkan mimpi menjadikan WiMAX sebagai komunikasi mobile sehari-hari, menjadikannya sebagai backbone pun jauh
panggang dari api. Jumlahpenggunanya saat ini tak lebih dari puluhan ribu orang saja. Bandingkan dengan teknologi GSM/ EDGE/3G yang muncul pada 1993 dan operator pertama hadir pada 1994, di mana hanya dalam selang waktu 19 tahun sudah memiliki pelanggan lebih dari 240 juta orang. Fantastis!
 
Jika dilihat dari best practise yang berhasil di dunia pun, bisa dihitung dengan jari, dan arahnya semua ke LTE (Long Term Evolution). Kemampuan WiMAX juga tidak seperti yang digembar- gemborkan, dalam hal kecepatan dan cakupan wilayah. WiMAX sendiri merupakan pengembangan dari teknologi Wi-FI yang sudah biasa kita gunakan sehari-hari, salah satunya sebagai wireless pada komputer atau laptop. Seperti halnya WiMAX, LTE sering disebut sebagai jaringan 4G, meskipun lebih tepat disebut sebagai jaringan 3,9G.
 
Sejumlah lembaga riset memperkirakan jumlah pelanggan pada akhir 2016 bakal mencapai 469 juta. WiMAX lahir sekitar dua tahun mendahului LTE. Versi terbaru WiMAX dan LTE diyakini mampu memberikan kecepatan 1 Gbps untuk pemakaian tetap dan 100 Mbps untuk pemakaian bergerak. Keduanya juga sama-sama kandidat
4G. WiMAX berasal dari teknologi broadband Wi-FI, sedangkan LTE berasal dari teknologi bergerak 2G/3G.
Laporan Maravedis menyimpulkan bahwa pertumbuhan pesat LTE pada 2011 telah menahan pertumbuhan pelanggan WiMAX yang semula berkisar 25%-30% per tahun menjadi 14% saja.
 
Pada November 2009, pemerintah Indonesia menetapkan pemenang tender lisensi WiMAX untuk 15 zona secara nasional. Beberapa pemenangtender mundur hingga pada Agustus 2010 tinggal lima operator yang mengantongi lisensi tersebut, yaitu Telkom, Indosat Mega Media, Berca, Jasnita dan First Media.
 
Dari lima operator tersebut baru First Media dan Berca yang telah menggelar WiMAX secara komersial. Sedangkan
Telkom, Indosat dan Jasnita tampaknya ragu-ragu untuk melangkah lebih jauh. First Media telah menggelar WiMAX di wilayah Jabotabek dengan 10 BTS. Penjualan komersial telah dimulai awal 2011 dengan merek
dagang Sitra. Pada November 2011 Sitra menyatakan telah mempunyai 7.000 pelanggan. Berca baru melakukan komersial pada Februari tahun ini dengan merk dagang WiGo. Jaringan WiGO tergelar di delapan kota yaitu Medan, Balikpapan, Batam, Denpasar, Makassar, Pekanbaru, Palembang, dan Pontianak. Sampai akhir 2012 WiGO merencanakan 400 BTS WiMAX.
 
Sejumlah operator pemenang tender ternyata sudah berancang- ancang memutar haluan berpindah ke teknologi Long Term Evolution (LTE) time division duplex (TDD). Mereka beralasan vendor-vendor pun mulai mengurangi produksi WiMAX sehingga harganya semakin mahal seiring dengan peminatnya di dunia yang makin berkurang. 
 
Kementerian Komunikasi dan Informasi sebagaimana disampaikan Dirjen SDPPI sudah berencana untuk mengadopsi LTE di akhir tahun ini. Dan yang lebih dulu dapat merasakan LTE adalah operator di 2,3 GHz yang tadinya berbasis WiMAx. First Media mengaku sudah mendapat garansi bisa ke WiMax. Sehingga, di awal bulan ini mereka menghentikan layanan WiMax dan siap bermigrasi ke LTE. Dan WiMax pun hanya akan tinggal nama.
(MajalahICT/ap)