MAJALAH ICT – Jakarta. Menanggapi soal pembahasan tarif interkoneksi yang belakang ini mengemuka, Ketua Pelaksana Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai secara logika tarif telekomunikasi akan turun seiring dengan turunnya tarif interkoneksi. Namun, perlu diperhatikan bagaimana operator besar membangun jaringan di pelosok. Seperti Telkomsel misalnya, yang membangun jaringan di luar Jawa bersama dengan Telkom.
Dijelaskan Tulus, ada dua skema pemerintah untuk melakukan penurunan ini. Pertama, katanya, dengan metode business to business yang dianggap menguntungkan operator besar. "Itu akan menjadikan tarif interkoneksi, menjadi barrier bagi operator kecil sehingga menguntungkan operator besar," katanya.
Sementara yang kedua, tambahnya, skema berbasis biaya dimana dalam opsi ini pemerintah memformulasikan harga paling pas untuk tarif ini. Sehingga dalam penerapannya, akan ada selisih harga yang tak terlampau tinggi bagi konsumen untuk melakukan komunikasi antar dua operator berbeda. Opsi ini, menurut Tulus, akan menguntungkan operator kecil.
Sehingga, Tulus menilai bahwa kualitas berbanding lurus dengan harga atau tarif, yang akibatnya tarif interkoneksi ini perlu dilihat secara menyeluruh. Sementara operator lain yang lebih kecil, yang tidak mampu membangun jaringan di luar Jawa akhirnya memang harus menerima kenyataan. Sementara operator besar akan terganggu dengan jaringan sistem mereka yang terbebani.
"Karena jaringan atau sistem terbebani trafik operator lain yang tidak membangun jaringan. Karena itu pemerintah perlu memberi hak khusus bagi operator yang membangun infrastruktur di daerah terpencil. Pembangunan yang tidak menguntungkan secara ekonomi harus diberi hak eksklusif dan ini tidak bertentangan dengan kebijakan kompetisi," yakinnya.